Design a site like this with WordPress.com
Get started

Sebab-sebab Tulisan Tak Pernah Selesai

Belakangan saya baru menyadari, setelah membaca buku #MemikirkanKata, bahwa penyebab mengapa saya selalu buntu dan tidak tau ujung esai yang saya tulis adalah karena, saya belum menjadi pembaca yang kritis. Selama ini saya hanya pembaca konsumtif. Yang hanya menelan mentah apa yang tertulis.

Lalu saya sadar, ini sama saja taklid buta. Bahwa membaca aktif dan aktif membaca itu adalah hal berbeda. Meski sudah lama saya dengar, namun belum bisa benar-benar mempraktikkannya. Sebab ternyata menjadi pembaca aktif itu ternyata susah juga. Ada effort lebih yang melibatkan kerja otak dan menjadi kritis.

Foto: Galeri Buku Jakarta

Kritis adalah kelemahan saya sejak lama. Saya tidak dibesarkan dalam lingkungan yang memungkinkan saya menjadi kritis. Tapi anehnya, sangat kritis terhadap diri sendiri. Menghakimi diri sendiri adalah pekerjaan sehari-hari dalam hidup saya. Namun terhadap orang lain, saya tak terlalu berani. Dan malah bisa dibilang, otak saya tidak bekerja kalau disuruh mengkritisi orang atau sistem, secara verbal. Artikulatif saja tidak bisa.

Dari buku memikirkan kata, untuk menjadi pembaca yang kritis, maka belajarlah memahami konten (subjek) dan bentuk bacaan tersebut.

Ternyata ini juga terjadi di kehidupan nyata saya, tak sebatas di ruang menulis. Dalam keseharian, saya berkali-kali mengakui bahwa saya kurang artikulatif. Ketika berbicara, seperti tidak tahu endingnya kemana. Suatu kali pernah seorang teman mengungkapkan kelemahan ini pada saya. Katanya, saya kalau ngomong, mereka selalu bingung, karena penuturan saya layaknya koma. Mereka pikir akan selalu ada lanjutannya, eh ternyata saya sudah selesai bicara, dan tak ada lagi yang mau disampaikan. Akhirnya mereka bingung apa sebenarnya yang mau saya sampaikan?

Jadi begitulah, kelakuan saya itu ternyata disebabkan ketidakpahaman saya akan objek yang saya bicarakan, atau mungkin konteks, atau mungkin, kurang mengertinya saya dalam penyusunan struktur dalam penceritaan.

Singkatnya. I’m a bad story teller. Kesadaran ini begitu menguat ketika saya membaca wawancara Gabo, ia mengatakan, apabila kamu tak bisa menceritakan ulang suatu kejadian atau apa yang kamu baca, kamu adalah pencerita yang buruk. Padahal pekerjaan penulis sangat terkait dengan menjadi pencerita yang baik.

And also the reason why i rarely can connect with others when we are in conversation is… I’m pretty self-obsessed. Self-obsessed refers to the habit of being caught up in one’s own mind.

Advertisement

7 responses to “Sebab-sebab Tulisan Tak Pernah Selesai”

  1. But your strength is communicating your thoughts through writing, sis. Seriously. I always can connect with you thru your writing.

    Liked by 1 person

    1. Thank you, sis. Though, the thing is, I always have stories to tell. Yet those stories are still raw… and rough, the disordered notions in my head. But I just haven’t found the right writing technique, that can actually work to convey some of those notions or the best way to deliver its core meaning. Like you for example, you can do it through poetry. And I… want to write essay. Good essay. I know it takes time, I’m still figuring out, you know I always want to spend my life with writing…

      Thank you for always there, sis, being the first who always read my pieces. And it’s nice to know that someone can actually connect with me through my writing.

      Liked by 1 person

      1. I think every writer ever feel that way too, sis. What’s important is to not judge our own writing most of the times. Let the words flow from your head to the heart of your readers. Like how your writing does to me. 😊 Don’t make it a burden. Just enjoy the process!

        Like

  2. Wah, menarik. Kok aku baru terpikir ya, tentang aktif membaca & membaca aktif.

    Like

    1. Hai Nina, salam kenal. Makasih udah mampir 🙂

      Jadi gmn, apakah kamu selama ini termasuk yang membaca aktif atau aktif membaca?

      Like

  3. Saat bertemu orang tertentu yang tidak terlalu nyaman untuk saya, membuka mulut untuk bicara hal-hal sepele saja susah, karena saya berpikir untuk berbicara dengan benar. Tapi saat bicara dengan mereka yang membuat saya nyaman, kata-kata keluar sendiri dari mulut saya tidak peduli penyusunannya benar atau tidak.

    Saya pikir menulis juga seperti itu, yang terpenting bisa mengeluarkan apa yang ada dipikiran dengan nyaman, dari sini barangkali kita bisa mulai menceritakan apa yang kita lakukan hingga yang orang lain lakukan. Salam kenal 🙂

    Like

    1. Wah, benar juga. Makasih Inggrit, Salam kenal. 🙂 Makasih juga sudah mampir. Saya suka tulisan-tulisanmu di blog, selalu mengalir dan insightful. Pingin bisa nulis semengalir itu. 💜

      Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Powered by WordPress.com.

%d bloggers like this: